loading...
Bagian yang tidak terpisahkan dan aturan pidana ialah persoalan pidana dan pemidanaan. Sifat pidana ialah suatu penderitaan. Pidana yang dijatuhkan bagi mereka yang dianggap bersalah ialah sifat derita yang harus dijalani, meskipun demikian hukuman pidana bukan semata-mata bertujuan untuk mempersembahkan efek derita.
Pelaksanaan pidana penjara di forum pemasyarakatan didasarkan atas prinsip-prinsip sistem pemasyarakatan dengan tujuan supaya menjadi masyarakat yang baik dan berguna. Warga binaan dalam sistem pemasyarakatan mempunyai hak-hak asasi untuk memperoleh training rohani dan jasmani serta dijamin untuk menjalankan ibadahnya, berafiliasi dengan pihak luar baik keluarganya maupun pihak lain, memperoleh informasi baik melalui media cetak maupun elektronik, memperoleh pendidikan yang layak dan sebagainya.
Hak-hak ini seharusnya diperoleh secara otomatis tanpa dengan syarat atau kriteria tertentu, walaupun seseorang dalam kondisi yang di pidana penjara. Agar hak narapidana ini sanggup terselenggara dengan baik maka sistem penjara yang nota benenya ialah pembalasan terhadap pelaku tindak pidana harus diubah ke sistem pemasyarakatan yang bertujuan untuk. memulihkan narapidana dengan tetap berorientasi kepada kesatuan hak asasi antara individu dan masyarakat.
Pidana penjara bervariasi dan penjara sementara minimal 1 hari hingga pidana penjara seumur hidup. Pidana penjara seumur hidup spesialuntuk tercantum dimana ada bahaya pidana mati. Jadi, pada umumnya pidana penjara maksimum ialah 15 tahun.
Ditinjau dan segi filosofis, maka terdapat hal-hal yang saling berperihalan terhadap tujuan dan perampasan kemerdekaan (penjara), yang antara lain sebagai diberikut: (1) Bahwa tujuan penjara yang pertama ialah menjamin keamanan para narapidana, dan tujuan yang kedua ialah mempersembahkan peluang kepada narapidana untuk rehabilitasi. (2) Bahwa fungsi penjara tersebut seringkali menjadikan dehumanisasi pelaku tindak pidana dan pada jadinya akan menyebabkan suatu kerugian bagi narapidana tersebut untuk melanjutkan kehidupan secara produktif didalam pergaulan masyarakat.
Oleh lantaran itu di kala reformasi ini, penjara diusahakan menjadi suatu forum dengan pendekatan manusiawi, namun sifat aslinya sebagai forum yang harus melaksanakan tindak pengamanan, pengendalian, narapidana tidak sanggup ditinggalkan begitu saja.
Pada masa kini ini maksud dijatuhkan pidana perampasan kemerdekaan ialah bahwa dengan pidana itu sanggup dilakukan training sedemikian rupa sehingga setelah terpidana selesai menjalani pidananya dibutuhkan menjadi orang yang Iebih baik dari sebelumnya. Namun, dalam kenyataannya makin usang pidana penjara dijalani, maka kecenderungan untuk menjadi narapidana secara sempurna, mempunyai kecenderungan untuk melaksanakan tindak pidana Iebih lanjut setelah ia keluar dan penjara.
Hal lain yang sanggup memperburuk keadaan pidana perampasan kemerdekaan jangka pendek ialah panjang dan Iamanya waktu dari mulai tahap penyidikan untuk hingga kepada putusan hakim. Seringkali antara masa tahanan yang dijalani oleh terpidana dengan Iamanya pidana yang dijatuhkan oleh hakim tidak terpaut lama, bahkan tidak jarang pula begitu putusan dijatuhkan terpidana sudah harus keluar dari forum atau kawasan bersangkutan ditahan.
melaluiataubersamaini demikian hingga ketika ini keberadaan pidana perampasan kemerdekaan tetap ada atau susah dihindari, meskipun kerugian-kerugian yang menempel padanya. Pada masa menhadir pidana perampasan kemerdekaan tetap ialah pendukung dan sistem peradilan pidana. Yang penting ialah seberapa jauh penerapan pidana perampasan kemerdekaan sanggup dibatasi sehingga sanggup keserasian, keselarasan dan keseimbangan penerapannya dengan pidana non kemerdekaan.
Penjatuhan pidana bukan semata-mata sebagai pembalasan dendam. Yang paling penting ialah pemdiberian bimbingan dan pengayoman. Pengayoman sekaligus kepada masyarakat dan kepada terpidana tersendiri supaya menjadi masyarakat yang baik. Demikianlah konsepsi gres fungsi pemidanaan yang bukan lagi sebagai penjeraan belaka, namun juga sebagai upaya rehabilitas dan reintegrasi sosial. Konsepsi itu di Indonesia disebut pemasyarakatan.
Pidana perampasan kemerdekaan yang dianggap menderitakan menyebabkan suatu alternatif bentuk pidana, yaitu berupa pidana denda. Pidana denda ini mengutamakan keserasian antara kewajiban yang ditimbulkan oleh suatu tindak pidana dengan besarnya denda yang harus dibayar oleh terpidana dengan mempertimbangkan minimum maupun maksimum pidana denda yang diancamkan terhadap suatu tindak pidana. Namun kecenderungan menyerupai ini belum terbaik dilakukan. Disamping itu, perilaku hakim terhadap evaluasi terhadap bahaya denda cenderung dipakai spesialuntuk untuk tindak pidana yang enteng dan pidana penjara atau kurungan tetap ialah yang utama. Sekalipun diadakan usaha-usaha pembaruan dan perbaikan untuk mengurangi berlakunya pidana perampasan kemerdekaan namun suatu kenyataan bahwa pidana perampasan akan menempel kerugian-kerugian yang kadangkala susah untuk dihindari dan diatasi, bilamana ditinjau dari segi tujuan yang hendak dicapai.
Suatu tindak pidana spesialuntuk akan diancamkan dengan pidana denda apabila dinilai tidak perlu diancam dengan pidana penjara, atau bobotnya dinilai kurang dan satu tahun. Akan tetapi bukan berarti bahwa pidana penjara atau pidana kurungan di bawah satu tahun tidak sanggup dijatuhkan sama sekali. Karena berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Baru, dalam hal tindak pidana yang tidak diancam dengan minimum khusus maka hakim masih menentukan kebebasan untuk menjatuhkan pidana penjara atau pidana kurungan jangka pendek. Demikian juga untuk denda yang tidak dibayar, harus ganti dengan pidana penjara.
Pidana denda yang apabila dihubungkan dengan tujuan pemidanaan, lebih diutamakan dalam delik-delik terhadap harta benda. Sehingga harus dicari keserasian antara kerugian yang ditimbulkan oleh suatu tindak pidana dengan besarnya pidana denda yang harus dibayar oleh terpidana. Oleh lantaran itu harus dipertimbangkan dengan seksama, minimum maupun rnaksimum pidana denda yang diancamkan terhadap suatu tindak pidana.
Dalam kala globalisai yang ditandai dengan semakin tingginya kemampuan insan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi maka bukan spesialuntuk menyebabkan dampak positif tetapi juga menyebabkan dampak negatif yang antara lain berupa semakin canggih dan berkembangnya kejahatan baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas dan semakin menglobal. Peristiwa kejahatan tersebut di Indonesia korbannya bukan spesialuntuk ditujukan kepada orang cukup umur tetapi anak juga rawan menjadi korban kejahatan.
Pada hakikatnya anak tidak sanggup melindungi diri sendiri dari banyak sekali macam tindakan yang menyebabkan kerugian mental, fisik, sosial dalam banyak sekali bidang kehidupan dan penghidupan. Anak harus dimenolong oleh orang lain dalam melindungi dirinya, mengingat situasi dan kondisinya dan perlu menerima pemberian dari kesalahan penerapan peraturan perundang-undangan yang diberlakukan pada dirinya,yang menyebabkan kerugian mental, fisik, dan sosial. Perlindungan anak dalam hal ini disebut pemberian aturan yuridis (legal protection).
Kasus pelecehan seksual terhadap anak ialah bab dan kesusilaan yang diatur dalam KUHPidana dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Sebagai pola masalah yang menjadi momok bagi masyarakat dan memasuki tahap yang memperhatinkan, lantaran setiap harinya masalah pelecehan seksual yang melibatkan anak sebagai korbannya sering kita dapatkan dan kita saksikan diberbagai media massa, baik dimajalah, koran, maupun stasiun-stasiun televisi swasta yang kini marak menyajikan diberita-diberita seputar dunia kriminal.Banyak masalah pelecehan seksual yang menimpa anak sebagai korbannya yang terjadi tidak spesialuntuk di Iingkungan sekolah, Iingkungan rumah (bertetangga), tempat-tempat yang memungkinkan seseorang untuk melaksanakan perbuatan amoral, bahkan sanggup terjadi di lingkungan keIuar.
Hal terpenting yang perlu diperhatikan dalam masalah pelecehan seksual ialah “pembuktian”. Dalam pasal 184 (1)KUHAP menyatakan alat bukti yang sah ialah keterangan saksi, keterangan ahli, surat ,petunjuk dan keterangan terdakwa. Untuk menentukan seseorang sanggup dijatuhi aturan pidana sekurang-kurangnya terdapat dua alat bukti yang sah (pasal 183 KUHAP). Khusus terhadap masalah pemerkosaan, dengan adanya ketentuan pasal 183 KUHAP ini maka semakin susah saja seseorang korban untuk menuntut pelakunya. Karena sangat jarang ada saksi yang mengetahui adanya perkosaan kecuali perkosaan tersebut ketahuan atau pelaku itu lebih dan satu orang. Begitu juga dengan legalisasi pelaku, seorang pelaku perkosaan jarang yang mengakui perbuataannya. Kalaupun pelaku mengakui perbuatannya tetapi kalau bukti yang lain tidak ada maka pelaku belum sanggup dikenakan hukuman.
Kekurangan yang lain sanggup dilihat dari kasus-kasus pemerkosaaan ialah bahaya hukuman yang dikenakan kepada pelaku apabila pelaku terbukti melaksanakan kesalahan. kitab undang-undang hukum pidana spesialuntuk mengenal bahaya hukuman terbaik namun tidak mengenal bahaya hukuman minimal. Seperti kasus-kasus pelecehan seksual yang hingga diperiksa ditingkat pengadilan, pernah dijumpai seorang pelaku perkosaan dieksekusi satu tahun delapan bulan penjara. Hukuman yang dijalani oleh seorang pelaku bahwasanya tidak sebanding dengan derita yang dialami korban seumur hidup. Belum lagi adanya anggapan dari masyarakat bahwa korbanlah yang memancing pelaku untuk melaksanakan perkosaan tersebut. Ketiadaan bahaya hukuman minimal membuat pelaku-pelaku lain tidak merasa takut untuk melakukannya.
Berangkat dari uraian di atas, mendorong keingintahuan penulis untuk mengkaji Iebih jauh ihwal pidana bersyarat, sehingga penulis menentukan judul “ Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Pidana Penjara Dan Denda Dalam Kasus Pemerkosaan Anak (Studi Kasus Putusan: No. 83/ Pid.B / 2010 / PN.Makassar) “.
Tag :
Hukum
0 Komentar untuk "Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Pidana Penjara Dan Denda Dalam Kasus Pelecehan Seksual Anak (Studi Kasus Putusan: No. 83/ Pid.B / 2010 / Pn.Makassar) “. (Hk-34)"