loading...
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejarah ialah pertanggungjawabanan masa silam. Dalam pertangggungjawabanan tersebut manusialah yang memilih arti masa silam itu. Artinya bukan masa silam sebagai tabularasa, melainkan masa silam yang lembaran-lembarannya sudah ditulis insan melalui tindakan-tindakannya. Tindakan-tindakan itulah yang dinamakan sejarah sebagai peristiwa. Artinya masa silam itu bukan spesialuntuk sebagai simbol, tetapi masa silam itu sanggup berperan menguatkan solidaritas dari suatu komunitas . Dalam mempertanggungjawabankan masa silam, insan berhak dan wajib mempersembahkan makna sehingga sejarah sebagai insiden tersebut menjadi sejarah sebagai kisah, sejarah sebagai tulisan, yang mempunyai kaidah pokok sebagai ilmu
Adapun makna itu tidak lain ialah asas yang memilih saling korelasi bagian-bagian terhadap suatu keseluruhan. Bila keseluruhan itu ialah kehidupan, gerak atau dinamika suatu bangsa, maka bagian-bagian dari kisah atau pertanggungjawabanan itu harus disusun sedemikian rupa sehingga senantiasa berlandaskan atas dinamika kehidupan bangsa tersebut. Hal ini menjadi lebih menarikdanunik jikalau itu ialah bangsa yang belum usang mengalami proses dekolonisasi. Suatu proses untuk mandiri, suatu proses untuk mendewasakan diri setelah berhasil melepaskan diri dari penjajahan bangsa lain. Hal itu disebabkan oleh lantaran setelah sekian usang bangsa lain itu menyejarah di buminya, maka sekarang bangsa yang gres merdeka itu harus mempersembahkan pertanggungjawabanan terhadap masa silamnya.
Demikian pula dengan bangsa Indonesia, yang semenjak permulaan Abad ke-20 ini bergejolak dan bertahap secara tolong-menolong dan terorganisasi berusaha menuntut kemerdekaan, hasilnya berhasil memproklamasikan kemerdekaan bangsa pada tanggal 17 Agustus 1945. Sejak proklamasi Indonesia sebagai bangsa yang merdeka, bangsa Indonesia wajib mempertanggungjawabankan masa silamnya. Hal itu tidak berarti memutar balikkan fakta yang ada demi kejayaan bangsa Indonesia, bukan berarti bahwa tiruana prestasi bangsa Belanda sanggup diganti dengan prestasi bangsa Indonesia begitu saja. Sejarah sebagai kisah haruslah berdasarkan fakta yang benar . sepertiyang yang pernah diungkapkan Sartono Kartodirdjo, sejarah dalam arti obyektif menunjukkan kepada insiden atau insiden itu sendiri, ialah proses sejarah dalam aktualitasnya.
Kemerdekaan sudah menggugah rasa kepribadian, mendorong bangsa Indonesia untuk mencari defenisi yang lebih terperinci terkena identitas bangsa melalui sejarah. Seiring dengan perjalanan bangsa yang semakin kompleks, bangsa Indonesia mempunyai perhatian dan kesadaran historis pada bangsanya sendiri. Hal ini terbukti dengan adanya impian yang sangat berpengaruh dalam masyarakat setelah merdeka untuk mempunyai sejarah nasional sendiri yng tidak lagi ditulis oleh penjajah Belanda.
Dalam perkembangan historiografi Indonesia terdapat beberapa corak historiografi yaitu historiografi tradisional, historiografi kolonial, historiografi nasional dan historiografi modern. Historiografi tradisional lebih pertama muncul sebelum adanya kesadaran historis. Corak historiografi tradisional diperlihatkan oleh babad, tambo, hikayat, silsilah, lontara dan sebagainya. Di samping orientasinya yang bersifat lokal atau etnis-kultural, juga sering bersifat simbolik dalam arti di belakang apa yang dikatakan terdapat makna yang sesungguhnya.
Peristiwa atau insiden dalam historiografi tradisional selalu berpusat pada kekuatan gaib, bukan ditentukan oleh agresi atau di motivasi manusia. Dominasi kekuatan mistik digambarkan begitu menonjol di luar diri manusia. Pola kisah menyerupai itu disebut sebagai mitos atau kisah kepercayaan. Lebih lanjut Raymond William mengatakan, menyerupai dikutip Taufik Abdullah bahwa historiogafi tradisional lebih "the myth of concern" yang berfungsi sebagai pemantapan nilai dan tata atau makna simbolik dari pandangan masyarakat.
Membicarakan perkembangan historiogafi Indonesia tidak sanggup mengabaikan historiografi yang dihasilkan oleh sejarawan kolonial. Mereka mempunyai tradisi dalam historiografi kolonial yang cukup lama, dengan visi dan interpretasi yang sudah berubah, tetapi pokok perhatin tetap diseriuskan pada peranan bangsa Belanda di tanah seberang. Belanda dalam historiografi kolonial banyak mengedepankan aspek politis, hemat dan institusional. Selain dengan menyebabkan para pejuang Indonesia sebagai pemberontak atau agresi militer, bahkan perusuh. Historiografi kolonial sama sekali mengesampingkan peranan bangsa Indonesia.
Historiografi Indonesia mengalami perkembangan saat muncul kesadaran historis, setelah kemerdekaan. Pada pertama kemerdekaan sejarah di lihat dari aspek nasional, dan sebagai konsekuensi dari kesadaran kultural yang timbul ialah sejarah ideologis. Sejarah ideologis ialah sejarah yang menanamkan nilai dan semangat nasionalisme, heroisme, dan patriotisme.
Adapun corak sejarah yang muncul setelah kemerdekaan menghasilkan corak sejarah yang berbentuk biografi maupun karya lain yang lebih berfungsi sebagai cara untuk mengusir imperialisme. Oleh lantaran itu, berdasarkan Sartono Kartodirdjo dalam penulisan sejarah nasional perlu cakrpertamaa gres baik dalam historiografi tradisional, kolonial dan nasional. Perkembangan penulisan sejarah tradisional menuju pada perubahan historiografi modern dimulai sekitar tahun 1957, yakni setelah adanya goresan pena Hoesein Djajadiningrat "Critische Beschauwing Van de Sadjarah Va Banten", yang mengkaji secara kritis tradisi penulisan babad dalam khasana sastra, mengakhiri periode historiografi tradisional.
Tag :
Agama Islam
0 Komentar untuk "Kontribusi Azyumardi Azra Dalam Historiografi Islam Indonesia (Ai-25)"