Pengaruh Penyeimbangan Kerja Otak Kanan Dan Otak Kiri Terhadap Kemampuan Memahami Bahan Pengenalan Berhitung Matematika Pada Siswa Kelas A R.A Tarbiyatussibyan Boyolangu (Pmt-17)

loading...
BAB I

PENDAHULUAN



A.      Latar Belakang

Era Reformasi yang sudah bergulir di Indonesia semenjak tahun 1998 berdampak nyata bagi perkembangan pendidikan Indonesia. Kesadaran rakyat Indonesia akan pentingnya pendidikan semakin meningkat.  Undang – Undang dasar 1945 pasal 32 ayat 1 mengamanatkan bahwa  “ Tiap - tiap masyarakat negara berhak mendapat pengajaran”[1]. Pasal tersebut menjadi ujung tombak dalam dinamika usaha di bidang pendidikan Indonesia yang siap untuk diperjuangkan demi  meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya insan yang berkarakter tinggi. Pendidikan sudah sewajarnya dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia secara merata dan ialah kewajiban pemerintah untuk mempersembahkan jaminan dalam mengentaskan pendidikan yang sifatnya  menyeluruh  tanpa terkecuali dan tanpa diskriminasi.

Kebermaknaan pendidikan untuk mencerdaskan anak bangsa pada kurun reformasi berdampak pula pada pendidikan  anak – anak di bawah usia sekolah dasar, yang pada hasilnya tercapai sebuah  kesadaran untuk melaksanakan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Laporan hasil analisis Tim Education For All Indonesia tahun 2000, yang berpusat di Departemen Pendidikan Nasional sebut sekitar 26 juta anak Indonesia usia 0 – 6 tahun, lebih dari 80% belum mendapat layanan pendidikan anak usia dini. Khususnya 12 juta anak Indonesia usia 4 – 6 tahun, gres sekitar 2 juta yang sudah mengenyam pendidikan di Taman kanak – Kanak (TK) atau Raudhatul Athfal (RA).[2] Kondisi yang sangat memprihatinkan mengingat bahwa mereka ialah impian dan masa depan Bangsa Indonesia.

Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa masa anak usia dini ialah periode kritis dalam perkembangan anak, alasannya ialah 50% kapasitas otak insan akan  berkembang pada usia 4 – 6 tahun pertama kehidupannya, sehingga tidak salah jikalau dikatakan bahwa anak seusia mereka disebut dengan masa golden years. Hasil kajian neurologi mengatakan pada ketika lahir otak bayi membawa potensi sekitar 100 milyar yang pada proses diberikutnya sel – sel dalam otak akan berkembang dengan menghasilkan bertriliyun – triliyun sambungan antarneuron. Sehingga sambungan – sambungan tersebut harus diperkuat melalui banyak sekali rangsangan psikososial untuk mencapai perkembangan yang optimal. Dari hasil penelitian di Baylor College of Medicine menemukan bahwa apabila anak jarang memperoleh rangsangan pendidikan, maka perkembangan otaknya lebih kecil 20 – 30% dari ukuran normal anak seusianya.[3]


 Pembelajaran di Taman Kanak-kanak atau RA sudah seharusnya mengikuti huruf anak mengingat betapa potensialnya kinerja otak mereka pada masa tersebut dan menjadi masa terpenting dalam kehidupannya. Psikologi Perkembangan menunjukan bahwa anak – anak pada usia sekitar 5 – 6 tahun keseimbangan badannya berkembang cukup baik, penguasaan tubuh menyerupai membongkok, melaksanakan macam – macam tes senam serta kegiatan olahraga serta koordinasi antara mata dan tangan (visio – motorik) untuk kegiatan menyerupai kemampuan  berlari, meloncat, melempar atau  membidik, menyepak, dan menangkap berkembang. Kecakapan motoriknya diadaptasi dengan “keleluasaan” lingkungan.[4] Gerakan motorik tergantung daripada hukum formal dan hukum yang sudah ditentukan dan bersifat kurang spontan. Dunia mereka lebih dikenal dengan dunia bermain. Ljublinskaja memandang permainan sebagai pencerminan realitas.[5]

Sistem pembelajaran di sekolah Taman Kanak-kanak ataupun RA umumnya meng-aktifasi otak kiri. melaluiataubersamaini spesialuntuk melihat kurikulumnya, terutama pelajaran matematika yang memiliki porsi lebih banyak daripada pelajaran lainnya. Belum lagi pelajaran menghafal,  juga ialah pelajaran yang meng-aktifasi otak kiri dengan berpikir secara logis. Hal ini menimbulkan otak kurang seimbang, terutama pada otak kanan. Lemahnya otak kanan  menyebabkan tidak kooperatif dan kreatif, anak memiliki EQ (Emotional Quotient) lemah.

Otak kiri pengendali IQ (Intelligence Quotient) berkaitan dengan fungsi akademik yang terdiri dari kemampunan berbicara, kemampuan mengolah tata bahasa, baca tulis, daya ingat (nama, waktu dan peristiwa), logika, angka, analisis, dan lain-lain. Sementara otak kanan perkembangan EQ (Emotional Ouotient) tempat  untuk perkembangan hal-hal yang bersifat artistik, kreativitas, perasaan, emosi, gaya bahasa, irama musik, imajinasi, khayalan, warna, pengenalan diri dan orang lain, sosialisasi, pengembangan kepribadian.[6]

Idealnya, otak kiri dan otak kanan haruslah seimbang dan tiruananya berfungsi secara optimal. Orang yang otak kanan dan otak kirinya seimbang, maka beliau bisa menjadi orang yang cerdas sekaligus cerdik bergaul atau bersosialisasi. melaluiataubersamaini demikian maka beliau akan lebih siap dan bisa mengikuti keadaan dengan segala perubahan dan tuntutan yang terjadi dalam lingkungannya.

Ketika kerja otak spesialuntuk terserius pada salah satu belahan maka belahan yang kurang berkembang akan terhambat dalam menjalankan fungsinya. Anak menjadi miskin kreativitas bila ia lebih banyak dirangsang untuk memakai belahan otak kirinya. Sebaliknya jikalau fungsi belahan otak kanannya yang lebih kerap digunakan, nantinya anak malah lambat dalam berpikir logis, linier dan teratur yang juga dipakai dalam kehidupan sehari-hari.

Proses pembelajaranpun juga memerlukan hal senada, otak sebagai gudang penyimpanan memori, pengetahuan akan melibatkan seluruh bagiannya dalam merespon stimulus – stimulus yang didiberikan. Emosi nyata yang tercipta di kelas akan kuat eksklusif terhadap kemapuan siswa dalam memproses pengetahuan berguru yang sudah mereka dapatkan selama proses berguru berlangsung. Menciptakan suasana berguru yang sangat bahagia, tidak membawa beban kepada si anak, dan mempersembahkan penemuan – penemuan proses pembelajaran dalam mencegah rasa bosan pada diri anak sangat diharapkan untuk mendapat hasil berguru yang optimal dan sanggup meng-aktifasi kedua belahan otak secara seimbang.

Berdasarkan uraian di atas, sanggup ditarik kesimpulan bahwa penyeimbangan kerja otak kanan dan otak kiri sangat diharapkan untuk mendapat kecerdasan IQ dan EQ yang sempurna. Khususnya dalam studi matematika yang lebih cenderung mengaktifasi otak kiri,  memori yang didapatkan spesialuntuk bersifat short term memory.  Padahal kecerdasan dalam matematika akan selalu dibutuhkan selama beliau berproses dalam dunia pendidikan bahkan dalam kehidupan sehari – harinya. Taman Kanak-kanak ataupun RA sebagai pijakan pertama bagi anak dalam menjalani proses pendidikan di lingkungan sekolah  diharapkan sanggup mempersembahkan konstribusi untuk meningkatkan kecerdasan matematika anak yang bersifat long term memori yang sangat berafiliasi dengan akifitas otak kanan. Menciptakan suatu kelas yang sanggup membawa emosi yang nyata  kepada anak didik sanggup memperlancar kegiatan berguru mengajar, dan bahkan kuat terhadap keberhasilan siswa dalam berguru matematika. Karena itulah penulis mengajukan judul “ Pengaruh Penyeimbangan Kerja Otak Kanan dan Otak Kiri terhadap Kemampuan Memahami Materi Pengenalan Berhitung Matematika  Pada Siswa Kelas A RA Tarbiyatussibyan Boyolangu”.




0 Komentar untuk "Pengaruh Penyeimbangan Kerja Otak Kanan Dan Otak Kiri Terhadap Kemampuan Memahami Bahan Pengenalan Berhitung Matematika Pada Siswa Kelas A R.A Tarbiyatussibyan Boyolangu (Pmt-17)"

Back To Top